HAMASAH
Penulis : Meida Azzahra
Ukuran : 14 x 21 cm
ISBN : 978-623-319-015-2
Terbit : Desember 2020
Harga : Rp 86000
Sinopsis :
“Aku tak pernah menyalahkan siapa pun perihal keberhentianku. Maaf untuk waktu yang sampai detik ini masih kubungkam!”
Beruntung, sosok Gio dipertemukan dengan orang-orang yang mampu merangkulnya dengan sangat tulus. Malam ini, semua kisah yang tak dikisahkan harus dituliskan. Setidaknya, lewat lembaran inilah yang nantinya membuka memori kenangan lama yang harus dikenang. Aku juga selalu menempelkan foto kebersamaan dengan teman-teman pesantren di sebuah buku yang di setiap lembarannya ada selembar daun kering yang ditempel. Di bawahnya ada rangkaian kalimat yang berharap nantinya akan menjadi makna.
Sebelum akhirnya aku benar-benar terlelap, aku memegang mushaf kecil seukuran genggaman tangan. Sesekali kubuka saat lupa ayat yang sedang dimurajaah. Tak begitu keras, hanya lirih. Detik jam pun terus berjalan tanpa henti. Saat mata benar-benar akan terlelap aku meletakkan mushaf di meja dekat kasur.
Detik jam terus berdetik dan sampai kapan pun waktu yang akan mengajarkan bagaimana cara menghargai dan mampu bersahabat dengan waktu. Meski terkadang waktu yang membuat keadan terasa menyakitkan, waktu jualah yang nantinya akan menyembuhkan.
***
“Kautahu, aku memilih berhenti bukan berarti aku berhenti. Bukankah hanya akan merugi, bila aku benar-benar berhenti. Sekali lagi, aku berhenti bukan berarti aku berhenti”.
“Semangat untuk kita demi cita dan cinta kita. Ada orang-orang yang begitu tulus menunggu kita di luar gerbang pesantren ini. Ada harapan yang tak ingin hancur secara perlahan lantaran sebuah keegosian. Apa pun yang terjadi kita harus tetap bertahan”
Sebuah tulisan yang terisnpirasi dari kisah santri. Masih banyak kepingan-kepingan kisah di bawah langit pesantren yang menyimpan sejuta kisah para santri. Selamat membaca novel ini. Semoga menginspirasi. Salam Literasi.
“Aku tak pernah menyalahkan siapa pun perihal keberhentianku. Maaf untuk waktu yang sampai detik ini masih kubungkam!”
Beruntung, sosok Gio dipertemukan dengan orang-orang yang mampu merangkulnya dengan sangat tulus. Malam ini, semua kisah yang tak dikisahkan harus dituliskan. Setidaknya, lewat lembaran inilah yang nantinya membuka memori kenangan lama yang harus dikenang. Aku juga selalu menempelkan foto kebersamaan dengan teman-teman pesantren di sebuah buku yang di setiap lembarannya ada selembar daun kering yang ditempel. Di bawahnya ada rangkaian kalimat yang berharap nantinya akan menjadi makna.
Sebelum akhirnya aku benar-benar terlelap, aku memegang mushaf kecil seukuran genggaman tangan. Sesekali kubuka saat lupa ayat yang sedang dimurajaah. Tak begitu keras, hanya lirih. Detik jam pun terus berjalan tanpa henti. Saat mata benar-benar akan terlelap aku meletakkan mushaf di meja dekat kasur.
Detik jam terus berdetik dan sampai kapan pun waktu yang akan mengajarkan bagaimana cara menghargai dan mampu bersahabat dengan waktu. Meski terkadang waktu yang membuat keadan terasa menyakitkan, waktu jualah yang nantinya akan menyembuhkan.
***
“Kautahu, aku memilih berhenti bukan berarti aku berhenti. Bukankah hanya akan merugi, bila aku benar-benar berhenti. Sekali lagi, aku berhenti bukan berarti aku berhenti”.
“Semangat untuk kita demi cita dan cinta kita. Ada orang-orang yang begitu tulus menunggu kita di luar gerbang pesantren ini. Ada harapan yang tak ingin hancur secara perlahan lantaran sebuah keegosian. Apa pun yang terjadi kita harus tetap bertahan”
Sebuah tulisan yang terisnpirasi dari kisah santri. Masih banyak kepingan-kepingan kisah di bawah langit pesantren yang menyimpan sejuta kisah para santri. Selamat membaca novel ini. Semoga menginspirasi.
Email : guepedia@gmail.com
WA di 081287602508
Happy shopping & reading
Enjoy your day, guys