SEJARAH PERADABAN ISLAM DI MINANGKABAU


Harga : Rp.130,000

Berat : 370 Gram

Penulis : 1) Prof. Nelmawarni, S.Ag., M.Hum., Ph.D; 2) Fikri Surya Pratama, M.Hum.

Jumlah Pembelian




Minangkabau sering disalahartikan dengan Sumatera Barat, padahal keduanya mempunyai arti yang berbeda. Wilayah Minangkabau tidak seluruhnya termasuk dalam wilayah provinsi Sumatera Barat. Secara sosial budaya, Minangkabau mengacu pada suatu suku bangsa yang saat ini bermukim di Sumatera Barat, serta daerah yang dipengaruhi oleh budaya Minangkabau. Wilayah tersebut antara lain wilayah utara dan timur Sumatera Barat, daratan Riau, Negeri Sembilan di Malaysia, wilayah pedalaman Jambi, wilayah pesisir pantai hingga Bengkulu, dan wilayah yang berbatasan dengan Samudera Hindia di sebelah barat.

Suku Minangkabau merupakan salah satu dari 19 suku utama yang mendiami Indonesia. Sejarah kedatangan suku tersebut sulit untuk ditentukan berdasarkan bukti arkeologi. Namun sejarah suku tersebut dapat ditelusuri melalui tradisi budaya lisan yang diturunkan secara turun temurun melalui tambo. Dalam menggunakan Tambo sebagai sumber, penting untuk menjaga sikap kritis terhadap muatan ilmiahnya dengan tetap mengakui kewibawaannya sebagai produk sastra budaya, sejarah, dan tradisional yang menyimpan nilai sakral bagi masyarakat Minangkabau. Tambo memberikan informasi mengenai asal usul suku Minangkabau, penyebarannya, wilayah kekuasaannya, serta aturan-aturan yang menjadi pedoman kehidupan masyarakat.

Memasuki masa Islamisasi, diyakini Islam masuk ke Alam Minangkabau lewat jalur mariitm, baik dari arah Minangkabau Timur, maupun Pantai Barat Sumatera. Pada masa-masa awal gelombang Islamisasi, meski kerajaan-kerajaan Minangkabau dan masyarakat pesisir setempat memeluk agama Islam, tidak banyak perubahan dalam kehidupan sosial dan keagamaan keluarga kerajaan. Mereka masih mempertahankan keyakinan dan praktik mistis dan magis mereka. Hal ini dipandang sebagai fenomena sinkretis yang bertahan hingga abad ke-19. Mereka berpendapat bahwa sinkretisme dan sikap akomodatif ini berkontribusi terhadap meluasnya adopsi Islam pada tahun-tahun awal dakwahnya. Meskipun cara ini kemudian memunculkan reaksi Islamisasi lebih lanjut dalam gelombang Darek, yang berpuncak pada gerakan pemurnian yang dikenal dengan Perang Padri, yang menghasilkan semboyan falsafah kehidupan masyarakat Minangkabau yang terintegrasi dengan Islam, ‘Adaik basandi syarak, syarak basandi kitabullah’.

Episode Paderi bukanlah akhir dari panasnya tungku dalam ‘memasak’ fenomena-fenomena perubahan sosial sepanjang sejarah Minangkabau. Bumbu-bumbu baru seperti kolonialisasi, nilai-nilai modern turut mewarnai dinamika perkembangan ‘perseteruan’ antara unsur adat dan agama, bahkan juga dikalangan ulama itu sendiri yang kelak terkelompok dalam kelompok Kaum Tuo yang konservatif dan Kaum Mudo yang modernis dan penggerak perubahan. Dismaping ‘konflik’ perbedaan pemahaman, kedua kelompok ini membawa kontrobusi besar dalam pembentukan ‘kehidupan baru’ Minangkabau serta proses memeprsiapkan dan meraih kemerdekaan Indonesia.