Di Bawah Langit Quraisy


Harga : Rp.82,000

Berat : 200 Gram

Penulis : Dr.dr.Ardian Riza.,SpOT.,Subsp.C.O.(K)

Jumlah Pembelian




Mekkah, tahun-tahun awal kenabian. Di antara bayang-bayang Ka'bah dan hembusan debu gurun, takdir tiga jiwa saling bertaut dalam jalur yang tak pernah mereka pilih.

Haris, seorang pemuda Muslim dari suku Quraisy, meninggalkan kota kelahirannya demi keyakinan yang baru tumbuh. Ia membawa luka cinta, kehilangan keluarga, dan iman yang masih gemetar, namun memancar dari dalam diamnya. Di Madinah, ia menata hidup sebagai orang asing dalam kota yang penuh harapan, sekaligus bayangan perang yang tak terhindarkan.

Ziyad, sahabat masa kecil Haris, tumbuh menjadi bangsawan muda Quraisy yang dibesarkan dengan kehormatan, namun dibatasi oleh kebanggaan yang buta. Ketika ia dikirim sebagai bagian dari kekuatan Quraisy menuju Perang Badr, suara azan dari kemah lawan mengguncang hatinya lebih dalam daripada gemuruh pedang. Dalam pergolakan batin, ia membaca lembaran Al-Qur’an milik tawanan—dan dari sanalah, pertobatannya dimulai.

Di antara mereka berdiri Ramlah, perempuan Quraisy yang diperjodohkan dengan Ziyad setelah Haris meninggalkan Mekkah. Ramlah menyimpan cinta masa lalu yang diam, dan menyaksikan dari dekat kebrutalan Quraisy terhadap para budak dan para pembelot. Dalam sunyi, ia menjadi pengirim pesan rahasia, dan satu-satunya yang tahu bahwa dua lelaki yang kini berdiri di dua sisi peperangan... pernah mencintainya.

Ketika perang meletus, Haris dan Ziyad saling berhadapan—bukan sebagai musuh, tapi sebagai takdir yang dipisahkan iman dan waktu. Di tengah riuh pertempuran, keduanya memilih untuk tidak saling membunuh. Namun dunia tak semudah itu memaafkan.

Saat Ziyad menjadi tawanan dan akhirnya diterima sebagai saudara seiman, ia membuat keputusan mengejutkan: kembali ke Mekkah sebagai tebusan demi membebaskan para tawanan Muslim. Sebuah keputusan yang tidak hanya menempatkan nyawanya dalam ancaman, tapi juga menyeret kembali nama Ramlah dan Haris ke dalam pusaran sejarah.

 

Mereka bertiga, yang pernah saling menyayangi, kini belajar mencintai dengan cara berbeda: tanpa memiliki, tanpa menuntut. Cinta yang berhijrah. Iman yang lahir dari luka. Dan persahabatan yang tumbuh di bawah bayang-bayang kesetiaan kepada Tuhan.

Di bawah langit Quraisy—langit yang sama yang pernah menyaksikan penyiksaan, pengkhianatan, dan perang—tiga jiwa manusia membuktikan bahwa pengampunan lebih kuat dari dendam, dan sujud lebih abadi daripada darah.

“Di Bawah Langit Quraisy” adalah kisah tentang cinta yang tidak dimiliki, iman yang tidak diwarisi, dan perubahan hati yang mengalahkan sejarah. Sebuah roman sejarah berlatar awal Islam, namun ditulis bukan untuk mengkhotbahi, melainkan untuk menyaksikan bagaimana manusia, dalam sepi dan getirnya, bisa memilih untuk menjadi lebih tinggi dari asalnya.