Sinopsis :
Bagi kebanyakan penulis eksistensialis, tema kebebasan merupakan sebuah obsesi
yang mendasari lahirnya karya-karya mereka. Kondisi tersebut sejalan dengan pernyataan
Jean Paul Sastre bahwa dalam diri manusia ada dua macam keberadaan (identitas),
yaitu ada dalam diri (lentre-en-soi) dan ada untuk diri (lentre-pour-soi). Hal inilah yang
saya lihat pada seorang Agustinus Onoy Wahyono, seorang cerpenis, esais, penyair,
kartunis, dan arsitek, yang secara sadar menyatakan diri sebagai bukan cerpenis, bukan
penyair, atau bukan siapa-siapa sebagai sikap yang bukannya tanpa dasar. Sebagai seorang
yang banyak berkecimpung dalam dunia seni-sastra, entah cerpen, esai, sajak, ilustrasi,
sketsa, grafis, desain arsitektur, desain kaus, ia telah membuktikan ketekunan, bahkan
keseluruhannya dikerjakan dengan bobot dan wawasan berkesenian yang mumpuni. Agustinus Wahyono : Dunia Paradoks Seorang Penulis Eksistensialis
Titon Rahmawan, seorang arsitek, dan penulis novel Turquoise (2007)